Sunday, March 9, 2008

Setoran Vs Nyawa

Tante saya masuk rumah sakit.
Ceritanya, Beliau akan turun dari bus. Belum sempat menjejak tanah, bus sudah melaju. Tandon kaki putus, kepala bocor.
Teman adik saya pernah terseret bus karena tali tasnya nyangkut di pintu bus.
Mama saya pernah jadi saksi kecelakaan motor, di mana si pengendara jatuh dari motor dan kepalanya terlindas bus yang ngebut di belakangnya.
Saya sering harus bertengkar dengan kenek karena bersikeras turun di halte dan bukannya di pintu tol atau tengah jalan.
Sebagai pengguna kendaraan umum, sering banget kan kita naek bus yang jalan dengan super lelet lalu mendadak ngebut setelah kenek berteriak, "Belakang rapet!"
Semua demi satu kata: setoran.
Menyadari betapa berbahayanya hal ini, banyak orang tua yang memutuskan untuk mengantar jemput anaknya ke mana-mana.
Banyak karyawan yang mengkredit kendaraan pribadi, mobil maupun motor.
Jakarta jadi macet (jadi mohon diperhatikan ya Pak Kumis, cari akar masalah untuk menyelesaikan masalah, bukan ngliat apa yang ada di permukaan kemudian dengan sembrono membuat keputusan).
Padahal, berdasarkan obrolan saya dengan timer di depan RS Gatot Soebroto, ada jeda 15-20 menit bagi tiap bus per jurusan yang keluar dari terminal.
Jadi, kalo bus pertama no. X jurusan X kluar dari terminal pukul 07.00 WIB, maka bus kedua no. X jurusan X kluar paling lambat jam 07.20 WIB.
Seandainya semua supir nurutin jadwal ini, dan akan lebih baik kalo jadwal ini dibagiin ke penumpang atau ditempel di halte atau ada situs terminal gitu, semua akan lebih baik.
Karena penumpang akan bisa memprediksi waktu, kapan harus berangkat dari rumah, berapa menit jarak tempuh, berapa menit jarak jalan kaki mencapai halte, dan bus jam berapa yang bisa dinaekin.
Soalnya, sejak kuliah dulu, masuk jam stengah dlapan maupun jam stengah sepuluh, saya tetep harus berangkat jam enam karena nggak tau busnya kluar jam berapa.
Kalo saya tau, dengan catatan jadwal keluar busnya ditepati yah, saya - dan pasti puluhan orang lainnya - nggak perlu buang waktu terlalu lama di jalan atau terlalu lama bengong-bengong di tempat tujuan karena tiba terlalu cepat.
Dulu waktu transjakarta mo dibuat, ada yang sempat sangsi, apa iya orang Indonesia mau jauh-jauh jalan ke halte tertentu dan repot-repot nyebrang di jembatan penyebrangan untuk sampe ke halte transjakarta?
Ternyata bisa, kan? (walopun yang skarang jadi masalah adalah dorong-dorongan untuk bisa masuk ke dalam bus. Tapi itu kan masalah armada. Bukan urusan kita :P)
Orang Indonesia cepat beradaptasi kok. Coba aja jadwal ini diterapkan, maka setoran nggak lagi jadi masalah.
Cuma masalah pembiasaan (dan mungkin dengan sedikit pemaksaan, soalnya harus ada sanksi untuk bus yang molor kluar dari terminal, hehehe..)
Terlalu murah harga nyawa hanya demi setoran.
Dan bukan anak sekolah yang bikin macet!!!!!!!! (teteup dendam)

4 comments:

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Anonymous said...

Del...kayaknya elu cocok untuk masuk jurusan gw sekarang :)
Hayuk...

della said...

Nggak ah Jun,blom masuk jurusan lo aja gw dah cerdas gini. Nggak enak dong ntar kalo gw lulus dengan cum laude :P

Anonymous said...

speechless nih gua...
gini deh kalo punya temen...(hehehe...)rada2...(artiin aja ndiri :)