
Ohohoho..terlambat seperti biasa.
Nyaris sebulan setelah premiere, saya baru nonton Ayat-Ayat Cinta (AAC). Tadinya, saya termasuk orang-orang yang yakin bahwa nggak ada film yang lebih baik dari novelnya. Itu sebelum saya nonton Ca Bau Kan. Habis itu saya selalu menunggu-nunggu kapan sineas Indonesia bikin film yang diangkat dari novel dan bisa sebagus itu.
Nah, singkat cerita, saya nonton AAC. Lepas dari kontroversi ceritanya yang beda dari novel, terus terang saya lebih suka filmnya.
Fedi Nuril pas banget jadi Fachri. Kalo baca novelnya, yang terbayang di kepala saya adalah cowo super biasa dengan wajah standar cenderung jelek (ups..). Sebetulnya sih Fedi Nuril masih terlalu ganteng buat Fachri, tapi ketutup aktingnya, jadi gpp lah.
Paling nggak Hanung dah berhasil lepas dari image bahwa lelaki alim haruslah mereka yang berjenggot-berkacamata-berlogat sok Arab.
Noura yang diperanin Zaskia Adya Mecca juga pas banget.

Pertama kali saya jatuh cinta sama si ZAM ini waktu dia beradegan nangis di sinetron Para Pencari Tuhan. Menurut saya, dia paling cantik kalo nangis. Terbukti di AAC, di mana seharusnya kita ngerasa benci sama dia yang memfitnah Fachri, saya malah kasian. Siapa sih yang tega ngecewain sepasang mata sendu itu?
Oiya, sekadar membagi sedikit dari pengetahuan saya, buat mereka yang membenci tokoh Noura, harap dipahami bahwa harga diri perempuan padang pasir sangat tinggi. Sekali mereka jatuh cinta, mereka akan terus menanti orang itu.
Sebaliknya, begitu mereka merasa dikhianati, mereka akan melakukan segala cara supaya orang itu mendapat balasan yang setimpal.
Jadi tindakan Noura terhadap Fachri adalah sesuatu yang sejalan dengan kulturnya (walopun Noura bukan orang asli Mesir ya).
Para penggemar novelnya udah pasti kecewa banget sama film ini karena terlalu ringan, tapi berhubung saya nggak terlalu fanatik sama novelnya, saya sih lebih suka filmnya. Haha..
TAPI, kenapa harus ada bagian Maria yang sempet dipoligami sih? Rada bete juga pas adegan itu. Untung nggak terlalu diekspos.
Ah ya, sudahlah. Intinya, saya mo bilang kalo saya lebih suka filmnya. Ini film ketiga yang diangkat dari novel yang saya suka setelah Ca Bau Kan dan The Lord of The Ring. Ironisnya, kalimat yang paling saya suka justru nggak ada di novelnya tu.